First Step
Sakura masih
mengingatnya dengan jelas. Pertama kali ia dan Naruto datang ke rumah Sasuke
adalah saat usia mereka masih 12 tahun. Dan itu terjadi sepulangnya dari acara
pemakaman Sandaime. Biasanya Sasuke tidak pernah membiarkan mereka mendatangi
rumahnya, bahkan untuk berdiri di depan gerbang distrik klan entah kenapa,
sepertinya saat itu Sasuke sudah menyerah dan tak tahan mendengar rengekan
kedua temannya sehingga akhirnya merelakan rumahnya dimasuki oleh dua makhluk
tak tahu malu yang masuk tanpa dipersilakan.
Rumah Sasuke sangat
besar dan sepi, tapi Sakura tidak berani berkomentar mengingat apa yang terjadi
pada klan Sasuke. Ia juga masih bisa menjaga mulutnya untuk tidak keceplosan
menanyakan hal yang bodoh seperti 'bagaimana kabar kakakmu?' atau 'rumahmu sepi
ya, ada hantunya tidak?' karena ia pasti akan diusir Sasuke tanpa basa-basi.
"Hei Sasuke!
Rumahmu sepi ya, ada hantunya tidak?"
Sakura mungkin bisa
menjaga mulutnya untuk tidak menanyakan hal bodoh seperti itu, tapi Naruto
tidak bisa.
"Kuharap ada
hantu yang bisa membantuku menendang pantatmu keluar dari sini,"jawab
Sasuke datar, tanpa memandang ke arah kedua temannya dan terus saja berjalan.
"Kuharap juga
ada,"timpal Naruto lalu tersenyum lebar,"kalaupun dia menendangku
keluar, setidaknya dia bisa menemanimu disini dan kau tidak sendirian
lagi"
Sakura tak pernah
berpendapat bahwa ditemani hantu akan lebih baik daripada merasakan kesepian.
Tapi setelah melihat senyuman kecil di wajah Sasuke, ia jadi berpikir
sebaliknya.
Sasuke rupanya tidak
berniat memberikan tur keliling untuk memperlihatkan tiap bagian rumahnya dan
Sakura memakluminya, karena yang paling penting, Sasuke langsung membawa mereka
ke kamarnya. Kamar Sasuke jauh lebih luas daripada kamar Sakura dan cukup rapi
untuk ukuran kamar laki-laki. Lain halnya dengan kamar Naruto yang sangat
berantakan dengan beberapa majalah dewasa di kolong tempat tidurnya. Meskipun
begitu, entah kenapa Sakura sedikit mengharapkan dapat menemukannya di kolong
tempat tidur Sasuke.
Salah satu hal yang
disadari oleh Sakura adalah bahwa tiap rumah memiliki aromanya masing-masing
yang membuatnya terasa khas dan menumbuhkan kerinduan. Begitu juga dengan rumah
Sasuke. Aroma kayu yang menjadi bagian dari dinding dan lantai rumah itu
menciptakan rasa damai yang membuat Sakura betah berada disana. Hanya dengan
mencium aroma itu, bayangan akan Sasuke langsung terlintas di benaknya. Kalau
saja ia bisa meracik wangi-wangian, ia ingin menjadikan aroma tersebut sebagai
parfum pribadinya. Pribadi. Bukan untuk dipinjamkan apalagi dijual!
Setelah 30 menit tanpa
kerjaan, Naruto akhirnya memecah keheningan dengan menawarkan ide hebatnya pada
Sasuke dan Sakura, yaitu main petak umpet. Sasuke tidak menggubris dan balik
menawarkan ide hebatnya, yaitu menonton film samurai yang diwariskan dari
almarhum ayahnya. Sakura tidak mau kalah dan mengusulkan untuk menonton film
drama yang baru dipinjamkan Ino tadi pagi, yaitu Winter Sonata. Sakura
mengatakan bahwa film tersebut sedang populer di Konoha, menduduki peringkat
kedua setelah Icha-Icha The Movie. Dan gosipnya, Kakashi, almarhum Sandaime,
bahkan Ibiki Morino juga menontonnya.
Karena tidak mau
disebut 'ketinggalan zaman', akhirnya Sasuke dan Naruto mau juga menontonnya.
10 episode berlalu
bersamaan dengan habisnya 2 box tissue dan cemilan yang disediakan oleh Sasuke.
Sakura menangis, begitu juga Naruto, sedangkan Sasuke tidak menunjukkan
indikasi rasa terharu atau tersentuh sedikitpun. Raut wajahnya juga bukan
seperti orang yang sedang menonton film drama, tapi berita kriminal. Serius dan
antusias, tak lupa dengan dahi berkerut.
Hari sudah malam dan
Naruto bersikeras mau menontonnya sampai episode terakhir. Tapi tentu saja
Sasuke tidak akan membiarkan makhluk itu menginap di rumahnya dan menangis
sepanjang malam karena menonton film drama. Dengan bijak Sakura mengatakan
bahwa ia akan membeli 1 set VCDnya dan mereka bisa menonton bersama-sama kapan
saja.
"Ja, Sasuke. Lain
kali, jangan lupa ajak hantu di rumahmu untuk nonton Winter Sonata bersama
kita!"teriak Naruto lalu lari begitu saja meninggalkan Sakura.
"Naruto! Tungguin
aku dong! Ng...Sasuke-kun, maaf sudah merepotkanmu. Sampai besok!"pamit
Sakura lalu bersiap mengejar Naruto.
"Sakura!"
Langkah Sakura
terhenti dan ia menoleh ke sumber suara,"ya, Sasuke-kun?"
"Ano...bukannya
aku tertarik, tapi aku tidak suka yang setengah-setengah, jadi..."
Sakura tidak mengerti
apa yang dimaksud Sasuke, tapi melihat laki-laki yang disukainya itu terdiam
dengan wajah bersemu merah, ia jadi ingin mencium pipinya. Dan secara
mengejutkan, Sasuke mengatakan hal yang tidak ia duga.
"...kapan-kapan
aku pinjam Winter Sonata-nya"
Sakura tersenyum.
"Kapanpun kau mau,
Sasuke-kun. Aku janji akan membawakannya untukmu"
Second Step
Sayangnya, Sakura tak
bisa melaksanakan janjinya.
Kunjungannya ke rumah
Sasuke untuk yang kedua kalinya adalah setelah ia menjenguk Naruto di rumah
sakit. Saat itu Sasuke sudah pergi meninggalkannya, meninggalkan Naruto, dan
meninggalkan Konoha. Sakura hanya tersenyum pedih sesampainya di depan pintu
rumah Sasuke. Pintu itu tidak dikunci dan Sakura berharap itu adalah suatu
pertanda bahwa Sasuke pasti akan kembali. Kembali ke rumahnya, ke Konoha, dan
kembali pada dirinya. Meskipun jika Sasuke kembali hanya untuk menonton Winter
Sonata.
"Pertama, memaksa
masuk. Yang kedua, diam-diam. Aku tidak pernah masuk ke rumah Sasuke-kun secara
baik-baik ya"gumamnya sambil melangkah masuk ke dalam,"mungkinkah
pantatku juga akan ditendang keluar oleh hantu?"
Meskipun ini yang
kedua kalinya Sakura masuk ke rumah Sasuke, tapi ini adalah pertama kalinya ia
mengelilingi setiap bagiannya. Melihat dapur sekaligus ruang makan, kamar
mandi, dan ruangan-ruangan lainnya yang sebagian besar kosong tanpa ada
perabotan. Aromanya masih sama seperti yang ia hirup pertama kali. Aroma yang
mengingatkannya pada Sasuke. Dengan deritan kayu yang sama seiring dengan
langkahnya.
Disana, di rumah itu,
Sakura membayangkan Sasuke kecil sedang berjalan dan berkeliling bersamanya,
membawanya ke sebuah ruangan yang ia ketahui sebagai altar. Disana ada lemari
dengan foto seorang pria, wanita, dan sebuah tempat dupa di depannya. Foto pria
di sebelah kiri, pasti ayah Sasuke. Sakura bisa menyimpulkan begitu karena
wajah cemberut mereka sama. Lalu di sebelah kanannya ada foto seorang wanita
yang sangat cantik dan lembut. Pasti dia adalah Ibu Sasuke dan Sakura bisa
menjamin gen-nya bersifat dominan karena Sasuke sangat mirip dengan Ibunya.
Bagaimana dengan kakak Sasuke? Sakura tak tahu apa-apa soal itu. Ia hanya
pernah mendengarnya dari Naruto dan Kakashi.
Sakura mengambil dupa
dan membakar ujungnya dengan korek api yang dibawanya. Ia sudah lancang
berkeliling dan melihat-lihat isi rumah Sasuke, setidaknya ia harus memberi
salam pada kedua orangtuanya.
"Sasuke-kun
adalah laki-laki yang sangat hebat, pintar, keren, tampan, mengagumkan, bisa
diandalkan, disukai banyak gadis...dan meskipun terlihat dingin, ia adalah
teman yang baik...baik sekali..sangat-sangat baik. Ia selalu melindungiku dan
Naruto...selalu membanggakan nama keluarganya..."Sakura berbicara,
berharap kata-katanya ini sampai pada kedua orangtua Sasuke yang ada di sana,
"..setelah aku melihat kalian, aku jadi tahu kenapa Sasuke bisa setampan
itu"
Sakura melihat
sekeliling lalu menyadari bahwa kantung lakrimalisnya tak mampu lagi menampung
air mata,"meskipun sekarang pandangannya gelap karena dendam, kumohon
jangan benci dia...Sasuke-kun melakukan itu karena ia sangat mencintai
kalian..."Sakura merasa percuma untuk menyeka air matanya karena setelah
diseka justru mengalir lebih deras,"...setelah itu...setelah semua
beres...dia pasti kembali. Pasti kembali...dan aku, Sakura Haruno, akan selalu
menunggunya disini"
Dan Sakura pun
menghabiskan kunjungan keduanya di rumah Sasuke dengan menangis sepuasnya.
Third Step
"Sakura-san,
Naruto-san pernah bilang bahwa pantatku akan ditendang keluar oleh hantu jika
masuk sembarangan ke rumah Sasuke-kun"
Apapun yang dikatakan
Sai barusan, Sakura tak peduli.
"Jika pantatmu
ditendang keluar dari rumah ini, aku akan menendang balik pantatmu sampai kau
kembali ke dalam, dan aku lebih kuat dari hantu"
Apapun yang dikatakan
Sakura barusan, Sai jelas peduli, karena ini menyangkut keselamatannya. Dan ia
merelakan dirinya diseret masuk ke dalam rumah Sasuke. Bagi Sai, ini yang
pertama kali, tapi bagi Sakura ini yang ketiga kalinya.
Rumah Sasuke sudah
dipenuhi sarang laba-laba dan beberapa lumut di sudut-sudutnya. Tapi aroma yang
tercium masih sama seperti dulu, meskipun sedikit tertutupi oleh bau debu.
Tanpa ragu Sakura memasuki ruang altar sambil menarik kerah Sai yang hampir
saja kabur.
"Selamat pagi,
Ayah Sasuke-kun, Ibu Sasuke-kun. Sai, kau juga!"bentak Sakura sambil
memberikan dupa pada Sai yang terbatuk karena asapnya.
"Uhuk...Selamat
pagi, Ayah Sasuke-kun, Ibu Sasuke-kun.."
Sakura tersenyum,
menghirup napas panjang lalu menghembuskannya perlahan,"Kemarin, aku sudah
bertemu dengan Sasuke-kun. Sudah 2 setengah tahun tidak bertemu, dia semakin
kuat dan semakin tampan-"
"-galak,
mengerikan, pemarah, muka cemberut, dan kimononya itu...dia bisa masuk
angin"ucap Sai melanjutkan ucapan Sakura dengan versinya sendiri, tanpa
mengakui bahwa bajunya yang kurang bahan itu pernah membuatnya masuk angin
sampai-sampai ia harus tergolek tak berdaya di rumah sakit,"meskipun
begitu, kuharap aku dan dia bisa berteman akrab karena sepertinya burung kami
sama be-"
"-dan semoga kami
bisa menonton Winter Sonata bersama-sama seperti dulu"potong Sakura,
mencegah Sai berkata yang aneh-aneh. Sakura bukanlah gadis cengeng dan manja
seperti dulu karena kini ia adalah seorang gadis berusia 15 tahun yang
sudah-berusaha-jadi dewasa. Kegagalan membawa pulang Sasuke tempo hari sempat
membuatnya kembali menjadi gadis 12 tahun yang cengeng, tapi kemudian ia
menyadari bahwa air mata hanyalah sebuah pelampiasan, bukan sebuah jalan yang
bisa membuat Sasuke kembali.
Sakura tidak pernah
merasa berlebihan jika ia bercerita tentang Sasuke. Sasuke masih saja seperti
Sasuke yang dulu-dengan rambut yang disebut Sai sebagai Cockatoo Hairstyle dan
yang dinamakan Naruto sebagai Pantat Ayam-tapi lebih tampan, lebih keren, dan
jauh lebih kuat. Sakura kembali menatap foto kedua orangtua Sasuke. Ia sudah
pernah bertemu Itachi dan sekarang ia tahu bahwa wajah Itachi adalah perpaduan
dari mereka. Kalau saja pembantaian klan Uchiha tidak pernah terjadi dan mereka
bisa hidup dengan damai, Itachi dan Sasuke pasti bisa menjadi pasangan
kakak-adik yang populer di kalangan wanita.
Khayalan Sakura buyar
oleh suara Sai yang memanggilnya dari luar ruang altar. Wajahnya terlihat
bingung dan ia bertanya apakah urusan mereka sudah beres karena ia ingin
melanjutkan lukisan pesanan Ino.
"Sai, daripada
menggoreskan kuas terus...,"Sakura berhenti bicara lalu berjalan entah
kemana dan ketika ia kembali, di tangannya sudah ada sapu dan kain
pel,"...bagaimana kalau sekali-kali menggoreskan kain pel? Seni itu kan
keindahan, karena kebersihan juga bagian dari keindahan, maka bersih-bersih
juga termasuk pekerjaan seni. Ya kan, Sai?"
Yang ditanya hanya
menelan ludah dan memasang senyuman palsu.
"Sakura-san, aku
lebih suka pantatku ditendang keluar sekarang juga"
Fourth Step
"Menurut kabar
burung-tak tahu burungnya siapa-, Orochimaru dibunuh oleh Sasuke"
Ucap Sai
mengulang-dengan beberapa kata tambahan-apa yang diucapkan Tsunade sebelumnya.
Ia merasa harus mengulangnya karena tampaknya Sakura dan Naruto terlalu
terkejut sampai tak bisa menutup mulut mereka. Sakura hampir saja menangis
kegirangan di tempat sebelum ia sadar bahwa ternyata Naruto sudah menangis
duluan.
"Ja-jadi...Sasuke-"
"-pergi mengejar
Itachi dan tak mungkin kembali ke Konoha"Tsunade melanjutkan ucapan Naruto
yang diputusnya. Tsunade tentunya tahu apa yang ingin dikatakan Naruto, tapi ia
cepat-cepat memotongnya. Ini demi kebaikan mereka juga, batinnya.
Percakapan tersebut
terjadi 1 jam sebelum Sakura memutuskan mengunjungi rumah Sasuke untuk yang
keempat kalinya. Kali ini Sakura pergi berdua dengan Naruto, sama seperti dulu.
Oh tidak, tidak sama. Dulu ada Sasuke, tapi sekarang tidak ada.
"Dipikir-pikir,
aku tidak pernah dipersilahkan masuk ya. Kurasa kali ini pantatku akan
benar-benar ditendang keluar,"ucap Naruto dengan mata menerawang,
menyusuri lorong kediaman Sasuke yang sepi. Sakura menggigit bibir bawahnya,
merasa bersalah sudah membawa Naruto kesini karena sepertinya ia justru semakin
sedih.
Untuk pertama kalinya
Naruto bisa sehening itu. Berdiri dengan menyandarkan tubuhnya pada tiang kayu
penyangga rumah. Matanya menatap kosong ke depan, sepertinya ia sedang memutar
ulang kenangannya dengan Sasuke di dalam kepalanya. Terkadang ia tersenyum,
tapi hanya sesaat karena setelahnya ia selalu menghela napas.
"Bau kayu
ini...bikin kangen ya, Sakura-chan"ucap Naruto tiba-tiba,"Sasuke
kangen juga tidak ya?"
"Semoga
saja"
Sasuke adalah orang
yang memiliki harga diri-sekaligus gengsi-yang kelewat tinggi, maka secara
logika, ia tak mungkin mau memberikan tubuhnya begitu saja pada Orochimaru agar
bisa kuat karena ia pasti akan lebih memilih untuk melampauinya. Dan itu
kenyataan, Sasuke menjadi lebih kuat dari Orochimaru dan akhirnya membunuhnya.
Tujuan hidup Sasuke
adalah membunuh Itachi, bukan Orochimaru. Maka secara logika, ia tidak akan
berhenti sebelum membunuh Itachi.
Wanita lebih sering
melakukan sesuatu berdasarkan apa kata hatinya, meskipun itu diluar logika. Dan
sama halnya seperti Sakura. Jika menyangkut segala hal tentang Sasuke, ia lebih
mengandalkan kata hatinya.
Karena jika ia
mengandalkan logika, ia tidak bisa lagi berharap untuk menonton Winter Sonata
bersama Sasuke.
Fifth Step
"Lupakan Sasuke
Uchiha"
Kesimpulan Tsunade
menusuk tajam dan masih menancap di telinga dan hati Sakura. Dan Tsunade
mengatakan itu saat ia tahu Sakura akan mengunjungi rumah Sasuke untuk yang
kelima kalinya.
Hari ini ulang
tahunnya yang ke 18. Sudah hampir 3 tahun ia tidak menengok rumah Sasuke.
Dan ia tidak akan
membiarkan ini menjadi kunjungannya yang terakhir.
Ia masih ingat saat
Tsunade memanggilnya ke ruangan Hokage secara tiba-tiba. Wajahnya terlihat
serius dan itu membuat Sakura merasakan firasat buruk. Dan benar saja, Tsunade
memutuskan untuk menghancurkan distrik klan Uchiha dan membangun perumahan yang
baru. Tsunade terpaksa memutuskan itu karena seiring berjalannya waktu, jumlah
penduduk Konoha semakin bertambah dan mereka butuh tempat tinggal. Sakura
berdalih bahwa mungkin saja Sasuke akan pulang suatu saat nanti, entah kapan
itu.
"Untuk apa kita
membiarkan rumah-rumah itu kosong melompong selamanya, Sakura? Dan kau
membiarkan banyak penduduk menjadi tunawisma hanya karena seorang lelaki yang
tidak jelas keberadaannya dan bahkan tidak diketahui masih hidup atau tidak.
Bersikaplah dewasa, Sakura. Karena yang ada pada dunia di sekitarmu bukan hanya
Sasuke Uchiha."
Sakura mengerti.
Sangat mengerti.
Tapi, bukankah
kehilangan tempat untuk kembali adalah hal yang menyedihkan?
Rumah itu kini sudah
ditumbuhi lumut dimana-mana. Rumput-rumput liar sudah tumbuh menjulang di
pekarangan belakang sampai terlihat seperti hutan. Sakura duduk di sebuah
ruangan yang sepertinya adalah ruang keluarga. Ia tidak menghiraukan sarang
laba-laba dan debu, selama ia masih bisa menghirup aroma kayu itu dengan jelas.
Selama 2 jam, Sakura duduk bersimpuh dan berpikir, sampai-sampai kedua kakinya
sudah mati rasa.
Tiba-tiba Sakura
merasa bersalah pada Sasuke. Ia sudah memaksanya untuk kembali ke rumah yang
seperti ini. Rumah dimana Sasuke hanya hidup sendirian dengan kekosongan dimana-mana.
Dan Sakura selama ini hanya bicara omong kosong bahwa ia akan menyelamatkan
Sasuke. Menyelamatkan dari apa, Sakura? Sementara yang membuatnya menderita
adalah berada di rumah ini seorang diri dan membiarkan laki-laki yang
dibencinya berkeliaran di luar sana?
Ini semua adalah
keegoisannya, dan mungkin juga Naruto. Mereka menginginkan Sasuke tetap di
Konoha, bersama dengan mereka, merantainya dengan segala rayuan tentang
persahabatan, kedamaian, dan kebahagiaan. Tapi mereka tidak mau tahu bahwa tidak
semua orang akan bahagia dengan cara yang sama. Dan Sasuke tidak memperoleh
kebahagiaannya dengan hidup damai di Konoha, tapi dari berhasil tidaknya ia
menggapai ambisinya.
Lalu, untuk apa mereka
bersikeras membawanya kembali? Apakah itu benar-benar demi kebahagiaan Sasuke?
Sakura menundukkan wajahnya. Tangannya meremas roknya kuat-kuat. Dan akhirnya
ia memutuskan.
1) Sakura akan
berhenti mengejar Sasuke
2) Membiarkan rumah
ini rata dengan tanah dan digantikan dengan bangunan baru.
3) Membiarkan VCD
Winter Sonata tetap tersimpan di laci masih dengan bungkusnya.
Tapi janji dan harapan
masa kecilnya tidak pernah luntur. Tidak akan pernah.
"Setelah semua
beres...dia pasti kembali. Pasti kembali...dan aku, Sakura Haruno, bersumpah
akan selalu menunggunya disini"
Seselesainya Sakura
mengucap sumpah, ia mendengar sebuah suara yang sangat familiar dari
belakangnya. Suara yang sudah lama ingin ia dengar langsung, bukan dari rekaman
ingatan masa lalu.
"...dan aku,
Sasuke Uchiha, sudah kembali setelah semuanya beres..."ucap si pemilik
suara, masih dengan nada dan gaya bicara yang familiar,"...dan menemui
orang yang sudah bersumpah untuk menungguku disini sebelum pantatnya ditendang
keluar oleh hantu rumahku"
Sixth Step
Sasuke sudah kembali,
tepat disaat Sakura menyerah untuk mengejarnya.
Kali ini, di
kunjungannya yang keenam, Sakura akan membantu Sasuke membersihkan rumahnya
dari sarang laba-laba, debu, lumut, dan rumput liar. Kunjungan kali ini baginya
agak istimewa karena ini pertama kalinya Sasuke sendiri yang mengajaknya untuk
datang, meskipun untuk bersih-bersih. Sakura melarang Naruto dan Sai untuk
datang membantu, karena ini waktu yang tepat untuk berduaan.
Aroma kayu itu kembali
tercium. Sasuke beruntung, tidak ada satupun kayu yang dimakan rayap. Dan
Sakura berkata, mungkin legenda hantu Tukang Tendang itu memang ada dan menjaga
rumah Sasuke. Sasuke hanya tersenyum kecil, tanpa mengetahui bahwa cerita itu
ternyata sudah melegenda di Konoha selama kepergiannya. Dan itu tidak lepas
dari jasa mulut besar Naruto.
Setelah selesai
bersih-bersih, mereka duduk di ruang makan. Tsunade belum memasang kembali
saluran air dan listrik ke rumah Sasuke, makanya Sakura sudah membawa makanan
dan minuman dari rumahnya. Sekalian memamerkan kemampuannya sebagai wanita
calon Ibu Rumah Tangga. Pembicaraan mengalir begitu saja, yang tentu saja
didominasi oleh Sakura. Dan tiba-tiba saja, pembicaraannya sudah mengalir ke
arah Itachi Uchiha.
Sasuke mengatakan bahwa
cita-cita masa lalunya sudah tercapai dan jika setelah ini ia mati pun tak apa.
Kini, Ia hanyalah laki-laki tanpa arah dan tujuan. Karenanya, ia memilih untuk
kembali dan menunggu ajal dengan duduk tenang di rumahnya.
Tapi Sakura tidak
setuju. Baginya, keputusan tersebut terdengar seperti ucapan kakek-kakek tua
yang baru saja divonis menderita kanker stadium IV dan akan mati dalam beberapa
hari.
"Kalau kau merasa
hampa karena cita-cita sudah tercapai, kenapa tidak mencari cita-cita yang
baru?"tanya Sakura, berusaha menyelamatkan Sasuke dari image kakek-kakek
tua.
Sasuke tersenyum,
matanya yang hitam menatap Sakura dan Sakura bersyukur ia dapat lolos dari
serangan jantung,"contohnya?"
"Kalau kau mau
bersamaku, kita bisa membangkitkan kembali klan Uchiha,"ucap Sakura sambil
malu-malu, menyadari bahwa kata-katanya itu secara tidak langsung seperti
sedang melamar Sasuke,"dan kita bisa menonton Winter Sonata berdua setiap
hari"
Seventh Step
Hari itu, adalah hari
yang ditunggu-tunggu oleh Sakura setelah bertahun-tahun lamanya. Bukan, bukan
soal impiannya menikah dengan Sasuke. Baginya, hal itu masih jauh di
awang-awang.
Kali ini mereka sudah
bukan bertiga lagi, tapi berempat. Namun keinginan untuk menonton Winter Sonata
bersama-sama tak pernah berubah. Tak pernah redup sedikitpun sejak 6 tahun yang
lalu. Maka sepulangnya dari misi, mereka memutuskan untuk menonton Winter Sonata
di rumah Sasuke. Di kunjungan Sakura untuk yang ketujuh kalinya.
"W-i-n-t-e-r
S-o-n-a-t-a," ucap Sai, mengeja apa yang tertulis di cover box VCD milik
Sakura,"aku sudah menontonnya sampai selesai bersama Ino,"lanjut Sai
bangga tapi kemudian ia menceritakan kenangan pahitnya. Ino pernah marah
padanya selama mereka menonton film itu. Ketika Naruto bertanya kenapa, Sai
menjawab bahwa itu semua karena ia tertawa sepanjang film diputar dan Ino
menuduhnya sebagai laki-laki tak berperasaan. Dan Sai membela diri dengan
mengatakan bahwa itu semua adalah usaha untuk menghibur Ino yang menangis
sepanjang film diputar.
"Idiot,"
hanya itu respon dari Sasuke setelah Sai berceloteh panjang lebar. Untuk
mencegah mereka memulai pertarungan verbal satu lawan satu, Naruto dan Sakura
buru-buru menyalakan TV dan memutar Winter Sonata.
Mereka menonton ulang
dari episode 1 karena mereka yakin sudah banyak adegan yang terlupakan.
10 episode berlalu dan
tidak seperti 6 tahun lalu, makanan dan tissue masih banyak tersedia karena
Sasuke sudah belajar dari pengalaman dan mengantisipasinya. Sakura dan Naruto
menangis sama seperti dulu dan Sai duduk manis dengan mulut terisolasi. Sakura
terpaksa melakukan itu pada Sai karena ia tak henti-hentinya membicarakan
bocoran cerita selanjutnya. Dan Sasuke, masih sama seperti dulu dengan wajah
serius dan dahi berkerut.
Tapi lagi-lagi mereka
hanya sampai pada episode 10 dan hari sudah sangat malam. Sasuke tetap tidak
rela rumahnya dipakai menginap oleh Sai dan Naruto meskipun Naruto sudah
berlutut sambil bersimbah air mata. Dan seperti dulu, dengan bijak Sakura
berkata bahwa mereka bisa menonton terusannya esok hari.
"Kurasa memang
lebih baik kita pulang daripada pantat kita ditendang oleh hantu saat
tidur,"ucap Sai, berusaha membujuk Naruto dengan kata-kata yang-menurut
Sakura-tidak memiliki kekuatan persuasif sama sekali. Anehnya Naruto langsung
setuju dan memutuskan untuk pulang saja.
Sakura sengaja
membiarkan Sai dan Naruto untuk pergi duluan, karena ia merasa skenario akan
sama seperti 6 tahun yang lalu dimana Sasuke akan memanggilnya dan berkata
dengan malu-malu bahwa ia ingin meminjam Winter Sonata. Dan Sakura dengan
senang hati akan menawarkan untuk menonton bersama lain kali berdua saja.
BERDUA. Tanpa Sai dan Naruto.
Sakura memperlambat
langkahnya dan berharap skenarionya akan berjalan dengan mulus.
"Sakura"
Ini dia!
"Ya,
Sasuke-kun?"
"Apalagi yang kau
tunggu? Cepat pulang sebelum Ibumu menuduhku memakan anaknya,"
Sakura langsung
lunglai kecewa. Bukan kalimat itu yang ia harapkan untuk keluar dari mulut
Sasuke. Ia akhirnya mengucapkan 'sampai besok' pada Sasuke dan berjalan
terseok-seok.
"...Sakura..."
Sakura berhenti dan
menoleh ke arah Sasuke,"...ya?"
"Kalau kau segitu
inginnya membantuku membangun kembali klan Uchiha, jadilah seorang Uchiha dan
kita bisa menonton Winter Sonata berdua sepanjang hari. Tunggu saja sampai saat
itu tiba"
Mungkin saja ini bisa
diterjemahkan menjadi,"Kalau kau mau, menikahlah denganku dan kita akan
hidup bahagia selamanya. Tunggu sampai aku melamarmu".
Tapi Sasuke tak
memiliki cukup kosakata romantis untuk diucapkan pada wanita.
Dan nyatanya, Sasuke
tak memerlukan kata-kata romantis untuk membuat Sakura jatuh cinta.
"Sasuke-kun..."
"Hm?"
"Pastikan hantu
rumahmu takkan menendang pantatku keluar saat aku menjadi nyonya Uchiha"
The End (is The
Beginning…..)
source : moody's mood