Minggu, 11 September 2011

Gila Harta Bawa Bencana

Thea dan Theo sepasang kakak beradik hidup berkecukupan. Ayah mereka  bekerja sebagai direktur di sebuah perusahaan,sedangkan ibu mereka bekerja sebagai guru Sekolah Dasar. Thea dan keluarganya tinggal  di sebuah kompleks perumahan yang cukup mewah. Kompleks itu juga dekat dengan sebuah desa. Thea dan keluarganya baru pindah dari Bandung 3 hari yang lalu. Namun, rumah Thea masih ada beberapa tetangga yang datang berkunjung.
Sejak dulu, keluarga Thea dikenal dermawan dan baik hati. Dengan kelebihan yang dimiliki, mereka tidak segan-segan membagi rezekinya dengan orang lain. Keluarga Thea juga mempunyai sebuah warung tegal di dekat kompleks untuk kebutuhan mbok Nah, pembantu di rumah mereka.
Waktu terus berjalan. Kini keluarga Thea bersikap angkuh karena kekayaan mereka semakin bertambah. Namun Thea tidak seperti kedua orang tuanya itu. Meski begitu, ia tetap rendah hati.
Suatu hari, kedua orang tua Thea pergi ke luar kota menggunakan mobil super mewah. Thea dan Theo hanya di rumah bersama mbok Nah. Pada suatu malam, Theo mengajak teman-temannya datang ke rumah untuk berpesta. Mbok Nah sudah melarang Theo.
”Nak Theo ,teman-temannya suruh pulang sekarang saja. Ini sudah jam 10. Saya takut nanti kedua orang tua nak Theo marah sama  simbok.” kata mbok Nah.
”Ahh, simbok apaan sih?! Tau apa simbok?! Udahlah simbok diam aja, nggak usah banyak ngomong!” kata Theo.
”Tapi nak Theo..”
Kemudian Theo mendorong mbok Nah hingga terjatuh ke lantai. Thea turun ke bawah dan berusaha membela mbok Nah.
”Kakak kenapa sih? Kasihan mbok Nah!” kata Thea.
”Eh anak kecil,nggak usah ikut campur. Udah tidur aja sana. Pergi..pergi.” kata Theo.
            Thea sempat meteskan air mata di depan Theo. Namun Theo tidak peduli karena baginya itu hal yang tidak penting. Kemudian Theo melanjutkan pestanya bersama teman-temannya. Thea membawa mbok Nah ke kamarnya.
“Mbok, Thea minta maaf ya. Kak Theo memang begitu semenjak orang tua Thea tidak di rumah. Maafkan saya ya, Mbok.” kata Thea.
”Tidak apa-apa, nak Thea. Saya mengerti. Biar nanti saya yang bertanggung jawab karena ulah nak Theo. Sekarang nak Thea tidur saja, ya.” kata Mbok Nah.
”Iya, mbok.  Mbok Nah tidur disini saja.” kata Thea.Beberapa saat kemudian, Thea dan Mbok Nah sudah tertidur.
            Seusai berpesta, teman-teman Theo pun pulang. Waktu menunjukkan pukul 1 pagi. Teman-teman Theo pulang dengan menggendarai motor. Satpam yang lewat di rumah Thea, mengetahui hal itu. Segera ia melapor kepada Pak RT. Di ruang tamu, Theo tertidur lelap. Keadaan sekitar yang berantakan dan penuh sampah, tidak ia pedulikan.
Pagi itu, kedua orang tua Thea sudah pulang. Mereka kaget melihat Theo tidur bersama dengan sampah-sampah yang berserakan di atas lantai. ”Mbok Nah! Bersihkan ini semua!” kata ayah Thea. Mendengar suara ayahnya, Theo terbangun. Dengan tidak pedulinya, ia menuju ke kamar mandi untuk mandi. Thea turun dari kamar dan membantu Mbok Nah membersihkan ruang tamu.
”Thea, apa-apaan kamu bantuin mbok Nah segala? Nanti kamu kotor. Membersihkan rumah itu, tugas pembantu. Jadi buat apa kamu membantu Mbok Nah?” kata ibu Thea.
”Tapi ma, ini semua ulah kak Theo. Semalaman dia berpesta sama teman-temannya. Seharusnya kak Theo yang membersihkan ini semua, Ma.” kata Thea.
”Kakak kamu itu bukan pembantu. Buat apa dia membersihkan ruang tamu. Sekarang kamu main aja sana.” kata ibu Thea. Thea masih saja memunguti sampah di ruang tamu. Ibunya marah dan kesal.
            Bel berbunyi. Ayah Thea membukakan pintu dan mempersilahkan tamunya masuk. Tamu itu adalah satpam kompleks dan pak RT.
”Permisi Pak Bambang. Maksud kedatangan kami kesini, sekedar memberitahukan pelanggaran yang anak bapak lakukan.” kata Pak RT.
”Anak saya? Pelanggaran apa, Pak?” kata Pak Bambang.
”Semalam, saya melihat segerombol orang keluar dari rumah Bapak. Orang-orang itu membawa beberapa botol minuman. Mereka keluar sekitar pukul 1 pagi, Pak.” kata Pak Satpam. Setelah masalah itu dibicarakan, Pak RT dan Pak Satpam pamit pulang.
“Theo! Sini kamu!” kata ayah Thea.
”Ada apa, pa?” kata Theo.
”Kamu ini! Bikin malu keluarga! Sejak kapan sih kamu jadi kayak gini?! Mau dikemanakan muka papamu ini?!” kata ayah Theo.
”Apa salah Theo? Theo kayak gini juga karena papa sama mama. Papa sama mama juga udah bikin malu Theo sama Thea. Sadar, Pa. Papa udah dibutakan sama harta.” kata Theo. Kemudian Theo memutuskan untuk pergi dari rumah. Thea menahannya.
”Kakak, kakak jangan pergi. Thea sayang sama kakak.” kata Thea. Theo tidak menghiraukannya. Ia tetap pergi.
Seminggu berlalu semenjak kejadian itu. Namun kedua orang tua Thea tetap tidak berubah. Thea kadang malu jika bertatapan dengan orang lain. Keluarga Thea telah mendapat tanggapan negatif dari orang-orang di sekitarnya. Malam itu, Thea manangis di kamar. Sambil melihat bintang, ia berdoa kepada Tuhan agar semuanya kembali seperti dulu. Ia juga berdoa agar kakaknya kembali. Biasanya Thea mengeluarkan isi hatinya kepada Mbok Nah. Ia sudah menganggapnya seperti neneknya sendiri.
Pagi harinya, orang tua Thea pergi ke luar kota lagi.
”Thea, papa sama mama pergi dulu ya. Baik-baik sama Mbok Nah. Jangan nakal, ya.” kata ibu Thea.
Ayah dan ibu Thea pun pergi dengan mobil mewah mereka. Selepas kepergian mereka, ada seekor kucing hitam melirik tajam ke arah Thea. Thea dan Mbok Nah segera masuk ke dalam rumah. Malam harinya, telepon berdering. Thea mengangkatnya.
”Selamat malam. Apa benar ini dari keluarga bapak Bambang Himawan?” kata si penelepon.
”Iya saya anaknya. Ada apa ya, Pak?” kata Thea.
”Ayah dan ibu mbak kecelakaan saat melintas di rel kereta api. Ibu mbak luka-luka, sedangkan ayah mbak kritis. Sekarang ada di Rumah Sakit Sejahtera.” kata si penelepon.
Sontak Thea kaget.Ia segera memberitahukannya kepada Mbok Nah dan segera pergi ke Rumah Sakit. Di Rumah Sakit, seorang wanita duduk dengan wajah gelisah dan darah di sekitar wajah dan tubuhnya.
”Mama!” kata Thea. Wanita itu kemudian memeluk Thea. Beberapa saat kemudian, dokter keluar dan mempersilahkan Thea, ibu Thea, dan mbok Nah masuk. Thea menangis semakin dalam, ketika melihat ayahnya terbujur kaku di atas kasur.
”The..Thea.” kata ayah Thea.
”Iya, Pa. Ini Thea.” kata Thea.
”Mana kakakmu? Mbok Nah?” kata ayah Thea.
”Nak Theo ada di rumah, Pak.Ini saya mbok Nah.” kata mbok Nah.
”Mbok, saya minta maaf, ya, atas sikap saya selama ini sama simbok. Saya titip istri dan anak-anak saya sama simbok. Sekali lagi maafkan saya, Mbok.” kata ayah Thea. Mbok Nah hanya mengangguk dan air matanya pun juga ikut menetes.
Pintu kamar terbuka. Masuk seorang pemuda menggenakan pakaian rapi beserta peci.
”Papa,maafkan Theo selama ini. Theo memang sering berulah dan buat papa dan mama malu. Maafkan Theo, pa.” kata Theo.
”Iya, Theo. Papa sudah memaafkan kamu. Papa sadar apa yang kamu katakan sama  papa itu benar. Papa titip mama dan Thea ya. Jadilah pengganti papa nanti.” kata ayah Thea. Tiba-tiba ayah Thea diam dan terus diam. Nafasnya tersengal-sengal. Bergegas Theo memanggil dokter.
”Maaf ibu, bapak ini sudah dipanggil Yang Maha Kuasa.” kata dokter. Ibu Thea menangis histeris, sedangkan Thea dan Theo berusaha ikhlas walaupun mereka berat kehilangan ayah mereka.
Siang itu, pemakaman ayah Thea dilaksanakan. Banyak orang-orang yang datang dan mengucapkan bela sungkawa. Tertulis sebuah nama
“Bambang Himawan” di atas nisan itu. Tergeletak lemas ibu Thea di samping nisan itu. Thea memeluk ibu dan kakaknya sambil menangis. Mereka dan mbok Nah pulang ke rumah dengan suasana haru.
Malam harinya, Thea dan Theo berada di ruang atas untuk melihat bintang.           
”Kakak, kakak kemana aja selama ini?” kata Thea. Dengan senyum manis,Theo menjawab,
“Kakak pergi ke pondok pesantren sama teman-teman kakak yang dulu pernah ke sini.”
’’Kakak taubat, ya?” kata Thea.
”Iya, dek. Masa udah cakep seperti ini belum taubat juga? Hahaha.” kata Theo.
”Apa hubungannya taubat sama cakep?” kata Thea.
”Hahaha..enggak ada dek.Tidur gih, udah malem ini.” kata Theo. Thea pergi ke kamarnya dan tidur. Theo juga kembali ke kamarnya.
Hari berikutnya, Thea dan Theo sibuk membantu ibu mereka membagikan sedekah untuk orang-orang di sekitarnya. Ibu Thea menyadari bahwa selama ini kekayaan yang melimpah hanya membutakan mata hatinya. Sekarang keadaan sudah kembali normal meskipun tanpa ayah Thea. Ibu Thea menyadari kesalahannya selama ini, Theo berubah menjadi anak yang sholeh dan Thea tetap menjadi Thea. Keluarga ini menjadi keluarga yang dermawan dan baik hati seperti dulu lagi.

Cerpen ini dari temen aku, harap hargai usahanya dengan kasih comment atau review, ya. Dia udah buat ampe tiga kali buat bikin cerita ini. Kalo dipahami bener-bener agak berkaca-kaca juga baca cerita ini. Gimana dengan kalian..? 

By my bestfriend : Asmy Widya Sari


1 komentar:

Posting Komentar